soegiantohartono.blogspot.com

Selasa, 23 November 2010

Nasib Malang TKI


  Kisah  memilukan di negeri ini ternyata tiada akhirnya. Seakan tak habis-habisnya bangsa ini diterjang permasalahan. Dari tindak pidana korupsi, mafia hukum,makelar kasus, bencana alam, kemiskinan, konflik horizontal, rendahnya pendidikan, dan muncul lagi permasalah klasik yang belum terselesaikan. Ya, penganiayaan TKI/TKW yang terjadi di Arab Saudi. Menjadi  agenda  pemberitaan media beberapa miggu ini, bahkan tak terhenti sedikit pun dari jalan cerita yang begitu runtut untuk memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia, mengenai keadaan warga kita menjadi korban kekerasan dibatas ambang kemanusiaan.
Terlahir menjadi  seorang tenaga kerja alias buruh, tentunya bukan sebuah pilihan yang diinginkan oleh siapapun. Memiliki pekerjaan yang layak dan menjamin masa depan, adalah harapan dan cita-cita siapapun dewasa ini. Ketika lapangan kerja terbatas, di tambah lagi   kebutuhan hidup yang begitu kompleks, mau tidak mau mengharus kan untuk masyarakat bekerja ekstra. Apalagi dengan latar belakan pendidikan yang tidak mumpuni. Maka  alternatif lain pun ditempuh sebagai solusi. Seperti  menjadi seorang tenaga kerja di negeri orang.
Tragis memang. Setidaknya itu menjadi suratan takdir para tenaga kerja yang menjajakan jasa sebagian besar menjadi pembantu rumah tangga. Penganiayaan yang dialami di luar negeri seperti Sumiyati, buruh migran asal Dompu, Nusa Tenggara Barat, mulutnya digunting oleh majikan di Arab Saudi—adalah contoh kongket untuk kesekian kali terjadi pada perempuan Indonesia yang bekerja di negeri sebrang sana. Keabnormalan  tersebut bukan hanya sekali terjadi, bahkan berkali-kali terjadi di tempat  para pahlawan devisa tersebut mengais rezeki untuk keluarga dan bangsa ini. Tak pelak, keluarga korban pun gerah dan menuntut agar majikan yang  melakukan tindak kekerasan tersebut dihukum seberat-beratnya , sesuai dengan regulasi yang berlaku.
            Namun suara sumbang dari warga kelas bawah, seperti keluarga Sumiyati, tak bakalan sampai di negeri jiran sana. Apalagi, dari keluarga dengan latar belakang ekonomi terbatas. Meskipun sumpah serapah dilayangkan beratus kali. Saat ini, untuk “membeli” keadilan dan hukum dibutuhkan dana yang cukup.  Bagaiamana dengan keadilan yang ingin didapat  oleh Sumiyati, yang harus menelan kepahitan sebagai tenaga kerja. Kisah  Sumiyati pun akan menjadi pelengkap kekerasan TKW yang terjadi sebelumnya. Dimana tidak mendapatkan perlindungan ekstra dari negara sendiri.   Memprihatinkan memang. Disatu sisi tugas negara dalam menjamin warga terhadap pekerjaan dan penghidupan yang layak, adalah hal pokok dan mendasar.
Kasus demi kasus yang melampaui batas perikemanusiaan atas tenaga kerja Indonesia , khususnya di di Arab Saudi dengan jumlah TKI terbanyak mencapai 960.000 orang. Jumlah  kasus 22.035(Sumber:BNP2TKI,2008). Pelanggaran hak asasi manusia(HAM)  yang tak mengenal rasa kemanusiaan tersebut , sesungguhnya menjadi pembelajaran bagi pemangku kekuasan dinegeri ini dalam menyikapinya. Namun sayangnya pemerintah tidak mau belajar dari pengalaman, sehingga warga negara sendiri pun harus menjadi korban kebiadapan para majikan TKI/TKW ,dimana  mencari nafkah.
Sikap Pemerintah
 Peran negara dalam meningkatkan taraf hidup warga Negara Indonesia yang telah termaktub dalam UUD 1945  yang menyebutkan, “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak  bagi kemanusiaan”.
Sangat berbanding terbalik dengan amanat konstitusi  diatas. Jangankan pekerjaan yang layak, perlindunhgan khusus untuk warga negara khususnya para TKI/TKW pun begitu mengambang di permukaan. Para TKI seakan menjdi sapi perahaan , untuk menimbun tabungan sehingga lekas bisa membayar hutang-piutang negeri ini. Namun apa kontribusi Negara khususnya penggerak Negara(Pemerintah) dalam menyikapi hal tersebut? Kemungkinan besar adalah dengan jalan diplomasi. Yang menjadi “andalan” pemerintah dalam meredakan situasi khususnya para keluarga korban. Sehingga terlihat pemerintah serius dalam menangani tindak kekerasan tersebut . Harapan kita semua agar sesegera mungkin  pemerintah mengambil sikap tegas. Jangan  menjadi penakut, dan takluk kepada negara  “bersangkutan” yang telah meludahi jiwa kemanusiaan  Indonesia.
Tentunya pemerintah tak boleh meringankan permasalahn ini. Cukup sudah bangsa ini dihina dan dianggap lemah. Kalau pemerintah masih ‘melempem” , maka bersiap-siaplah untuk menikmati kejadian yang tidak mengenakkan dikemudian hari. Sikap kongret harus secepatnya dilaksanakan oleh pimpinan negara ini. Sehingga masalah klasik TKI tidak lagi menghiasi derita rakyat Indonesia. Selain itu pula yang menjadi PR pemerintah sebagai pemangku kekuasaan, agar secepat mungkin merapatkan barisan untuk mencari solusi yang terbaik.

Tags: Tenaga kerja Indonesia, Pemerintah, Arab Saudi,pendidikan, kemiskinan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar